Pages

9.3.15

Dahsyatnya Ibadah Haji: Lebih Dari Sekedar Panduan Berhaji


Judul: Dahsyatnya Ibadah Haji, Catatan Perjalanan Ibadah di Makkah dan Madinah
Penulis: Abdul Cholik
Penerbit: Quanta, Elex Media
ISBN: 998141907-978-602-02-4810-3
Halaman: ix + 233 lembar
Harga: Rp 45.800,-
***
Sepintas dari sinopsis buku yang ada di kaver belakang, buku Dahsyatnya Ibadah Haji ini tidak terlalu menarik. Bahkan bisa dibilang mainstream kalau tidak mau dibilang biasa banget. Siapapun bisa menuliskan catatan perjalanan haji yang notabene sama prosedurnya bagi semua umat muslim di seluruh dunia. Tapi ketika membaca kisah pertama di buku ini, Fenny langsung terdiam. Mak jleb kata anak muda jaman sekarang. Ketika orang-orang melakukan berbagai cara untuk memuluskan langkah demi kepentingan pribadi, penulis memberikan teladan baik yang tertulis di catatan berjudul “Tak Perlu Surat Rekomendasi” dan juga “Luruskan Niat”.

Selanjutnya penulis memaparkan tentang persiapan yang dilakukan setelah mendapat kejelasan keberangkatan haji mulai dari manasik haji, hafalan doa, checklist barang bawaan, pakaian, dokumen hingga cobek dan munthu pun hadir di buku ini.  Ada banyak tips yang diberikan yang berkaitan dengan persiapan haji  seperti tidak harus menghafal seluruh doa dan dzikir haji, tips pengamanan koper dan tas dan lain-lain. Awalnya Fenny berharap penulis mencantumkan seluruh checklist barang bawaan tapi ternyata hanya diberikan contoh.

Catatan perjalanan haji dimulai dengan cerita hal-hal yang berlangsung di asrama haji sebelum berangkat. Penulis juga mengisahkan tentang terpisahnya penulis dengan istri ketika berangkat haji. Untungnya hanya sebentar. Selama menjalani ibadah umroh yang mengawali ibadah haji akbar, penulis menjalankan ibadahnya dengan bijaksana. Nampak dalam bagaimana penulis lebih mementingkan keselamatan istri ketimbang memaksakan diri bisa mencium Hajar Aswad saat thawaf, menjalani ritual Sai yang menempuh berkilo-kilo meter dengan santai bersama istri, juga saat tahallul tanpa gundul. Penulis juga menuliskan catatan kegiatan dan segala hal yang bisa dilakukan selain ibadah selama di Makkah dan Madinah. Salah satunya tentang menikmati kopi susu di pagi hari dan tips jika rindu makanan khas Indonesia.

Peristiwa jamaah haji Indonesia yang “kelaparan” saat di Arafah karena tidak mendapat jatah makanan ternyata dialami oleh penulis. Berita yang sempat menghebohkan tanah air  tahun 2007 itu rupanya bisa disikapi penulis dan rombongannya dengan baik. Alhamdulillah ibadah haji penulis bisa tetap terlaksana sesuai syariat. Inilah yang membuat Fenny mengamini buku ini cocok berjudul Dahsyatnya Ibadah Haji.  Penerapan sikap, tingkah laku dan teladan yang baik diberikan, tidak sekedar pesan untuk “Shobar… Shobar!!” (hal. 201).

Ada satu catatan yang membuat Fenny geli yaitu saat penulis tersesat ketika menuju maktab setelah melempar jumroh. Penulis berbohong untuk menutupi malu karena telah sombong hingga akibatnya tersesat.

 “Tuh kan, sudah kesasar masih berbohong lagi. Mulut ini minta ditabok kalee. Ampuni saya, Ya Rabb. Demikianlah, ucapan saya, “Nggak usah, Mas, sebentar lagi nyusul. Lagian benderanya masih keliatan kok,” sepertinya ada unsur kesombongan walau saya tidak bermaksud begitu. “(hal. 148)

Hal ini tentu saja berkebalikan dengan pesan penulis yang berbunyi, “Masa baru pulang haji sudah berkata dusta” ( hal. 198 dan 219). Sepertinya penulis ingin menunjukkan bahwa penulis juga manusia sebagaimana catatan “Haji juga Manusia”

Selepas menunaikan ibadah inti haji seperti wukuf di Arafah, mabit di Mudzalifah dan melempar jumrah di Aqabah, penulis menuliskan catatan kegiatan ziarah dan rekreasi masjid, makam dan tempat-tempat bersejarah di Mina dan sekitarnya. Selain itu penulis berbagi tips berburu oleh-oleh serta beberapa renungan seperti yang tertulis di “Ulurkan Tangan”, “Jangan Latah, Ah” dan masih banyak lagi.

Di beberapa halaman Fenny menemukan kisah yang terpenggal seperti di halaman 129 dan hal 137. Untungnya kekurangan ini terobati dengan kepiawaian penulis menuliskan catatannya dengan beragam gaya penuturan.  Selipan pesan dari penulis yang sudah mencicipi asam garam kehidupan, humor nan kocak bahkan puisi berjudul “Refleksi di Padang Arofah” memberikan warna yang berbeda. Belum lagi tips-tips yang tidak terfikirkan oleh Fenny yang belum menjalani ibadah haji seperti penggunaan karet gelang saat thawaf dan sai, orientasi medan dan fasilitas sekitar daerah tempat ibadah agar tidak kebingungan saat akan menunaikan hajat atau tersesat dan masih banyak tips lainnya membuat buku Dahsyatnya Ibadah Haji lebih dari sekedar panduan berhaji.

Saking asyiknya baca “Dahsyatnya Ibadah Haji” sampai tidak sadar d foto :P (dok. pribadi)
Artikel  ini diikutsertakan pada Lomba Menulis Resensi Buku Dahsyatnya Ibadah Haji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejakmu sangat diharapkan. Sopan dan santun lebih diutamakan :)

Arsip Buku Sejenis ...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...